Selasa, 28 Mei 2013

Toh, kenyataan dan mimpi tidak selalu sama.



Entah mengapa, aku tidak bisa melupakanmu.

Tersadar dari lamunanku, aku yakin bahwa bukan aku yang tak bisa melupakanm, bukan niatku yang tak bertekad untuk melupakanmu, hanya saja hatiku yang tak mau pergi dari cerita tentangmu.
Seakan-akan waktu terus berjalan, menghabiskan hari-hari terakhirku bersama mu

“maaf, aku emang gak baik buat kamu dan hati kamu” ucap Andi lirih sembaring meninggalkan Ulfa yang masih mematung didepan pintu kelas Andi.
Entah petir mana yang berhasil membuat Ulfa jatuh dalam bayang Andi saat itu, ia tak sanggup harus meninggalkan dan melepaskan Andi, terlalu banyak cerita yang telah mereka alami. Bukan, bukan mereka tapi Ulfa. Terlalu banyak cerita tentang kesedihan bertubi yang hilang ketika suka datang walaupun begitu pelitnya, yang bisa membuat Ulfa gembira tak karuan.

“Andi! Tunggu dulu” kata Ulfa yang berusaha berjalan menuju Andi, yang hendak pergi dan akan meninggalkan Ulfa. “kamu inget gak, dulu kamu yang ngejar-ngejar aku kalau aku lagi marah, kamu yang meluk aku kalo aku udah gak bisa bendung tangis aku, kamu yang selalu…” ucap Ulfa lirih dan berhenti karena tak sanggup menerimanya, kini Andi ada didepannya dan diam, bahkan sepertinya Andi tak peduli dengan Ulfa. Tersadar dari hentian katanya, Ulfa tahu memang dari dulu Andi tak pernah peduli dengannya, hanya saja kepercayaan Ulfa pada Andi yang begitu besar sehingga membuat Ulfa yakin dengan segala kenyataan yang sebenarnya tidak akan pernah terjadi Andi yang memang sudah tak menganggap Ulfa dalam kehidupannya, bahkan ada atau tiadanya Ulfa dalam hidup Andi, Andi akan baik-baik saja

“Fa, aku yang dulu beda sama yang sekarang, aku yang dulu bikin kamu bahagia sekarang gak bisa, gak bisa lagi aku meluk kamu” kata Andi yang berusaha membuat Ulfa tegar dengan keputusan Andi. Memutuskan segalanya.

“tapi… tapi buat apa kalau kamu diam dan memutuskannya secara mendadak tanpa alsan yang jelas, aku tau kamu pasti menyembunyikan sesuatu dari ini kan, Ndi?” ucap Ulfa lirih dan raut mukanya yang tiba-tiba berubah menjadi sinis

“oke. Aku emang udah suka sama orang lain semenjak kita… semenjak kita udah lama” kata Andi dengan muka bersalah dan nada entengnya. Andi hanya bisa mengalihkan pandangannya kemana[un, tapi tidak pada Ulfa “aku gak tahu kalau kamu segini sayangnya sama aku… aku kira dengan aku menghindar dari kamu akan membuat kamu benci sama aku, Fa” kata Andi yang berusaha memberi penjelasan yang sangat jelas pada mantan kekasihnya itu, orang yang pernah menjadi satu-satunya dalam hati Andi, walaupun Andi tahu waktu itu tidak terlalu lama, bahkan tidak berbanding dengan Ulfa, tapi sayangnya Andi tak begitu peduli. Bagaimana pun caranya, ia harus bebas dari Ulfa!

“kamu emang bener-bener cerita buat aku ya, Ndi. Kamu yang bikin aku jatuh cinta sampai segininya dan kamu juga yang bener-bener bikin aku terluka sesakit-sakitnya. Aku emang gak pernah minta balasan kasih sayang aku sama kamu, tapi setidaknya kamu masih punya iba dengan kata-kata kamu tadi, sakit, Ndi. Sakit” kata Ulfa yang merubah tangis nya menjadi tangis penyeselan betapa bodohnya dia saat bersama Andi. “Mungkin aku gak bisa jelasi perasaan aku yang hancur ini, Ndi. Tapi kamu harus tahu, kalau cewek udah nangis sampai dia engga bisa berbicara itu artinya… cewek itu udah terlalu lemah untuk berbicara sekalipun, bukan berarti dia lemah, tapi nangis akan membuatnya diam dan bersikap dewasa. Engga kaya kamu yang tiba-tiba ambil keputusan tanpa mikir satu persenpun, siapa danseberapa besr luka yang akan kamu buat!” kata Ulfa yang sudah begitu lelah dengan sikap Andi selama ini. Terlalu muna jika Ulfa tidak nangis dan emosi saat tadi, terlalu naif.

Pada kenyataan, dimana ada yang memulai pasti dia yang akan mengakhiri. Entah bagaimana dan kapan, semuanya akan terjadi tanpa disadari.
Jalan cerita sudah tersusun rapih, hanya tinggal butuh mental dan kesiapan untuk menerimanya, kenyataan tidak ada yang pahit jika kita sikapi secara dewasa.

(@gitaagk)